POSKO PENGADUAN DAFTAR PEMILIH PEMILU 2019

Kebonagung 18 Oktober 2018 09:09:24 WIB

KEBONAGUNG, 18/10/18

Di berbagai Negara di dunia sebetulnya pelaksanaan pemilu yang demokratis tidak mengharuskan adanya lembaga yang kita kenal sekarang dengan sebutan Badan Pengawas Pemilu untuk tingkat nasional dan Panitia Pengawas Pemilu untuk tingkat provinsi dan Kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil.

Bahkan dalam praktek pemilu di Negara-negara yang sudah berpengalaman melaksanakan pemilu yang demokratis, keberadaan lembaga Pengawas Pemilu tidak dibutuhkan. Namun para perancang undang-undang pemilu sejak Orde Baru sampai sekarang menghendaki lembaga Pengawas Pemilu itu eksis, karena karena posisi maupun perannya dinilai strategis dalam upaya pengawasan pelaksanaan pemilu sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku terutama menegakkan asas pemilu yang luber dan jurdil. Hal ini dapat kita temukan dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 yang menyebutkan bahwa : “Dalam penyelenggaraan pemilihan umum, diperlukan adanya suatu pengawasan untuk menjamin agar pemilihan umum tersebut benar-benar dilaksanakan berdasarkan asas pemilihan umum dan peraturan perundang-undangan”

Di dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2007 disebutkan bahwa fungsi Pengawas Pemilu yang dijabarkan dalam tugas,  wewenang dan kewajiban  Pengawas Pemilu. Berkaitan dengan tugas pengawasan pemilu ada pembagian tugas pengawasan pemilu yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

(a)  Bawaslu melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu;

(b)  Panwaslu Provinsi mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah provinsi;

(c)  Panwaslu kabupaten/kota mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah kabupaten/kota;

(d)  Panwaslu Kecamatan mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu di wilayah kecamatan;

(e)  Pengawas Pemilu Lapangan mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu ditingkat desa/kelurahan;

(f)   Pengawas Pemilu Luar Negeri mengawssi tahapan penyelenggaraan Pemilu di luar negeri.

Adapun tugas dan wewenang  Pengawas Pemilu dapatlah dijelaskan secara umum sebagai berikut :

(1)  Mengawasi tahapan penyelenggaraan pemilu;

(2)  Menerima laporan dugaan pelanggaran perundang-undangan pemilu;

(3)  Menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU/KPU provinsi/KPU kabupaten/kota atau kepolisian atau instansi lainnya untuk ditindaklanjuti;

(4)  Mengawasi tindak lanjut rekomendasi;

(5)  Mengawasi pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan

(6)  Melaksanakan :

  1. a)    Tugas dan wewenang lain ditetapkan oleh undang-undang (untuk Bawaslu, Panwaslu Provinsi, dan Panwaslu kabupaten/kota);
  2. b)    Melaksanakan tugas lain dari Panwaslu Kecamatan (untuk Pengawas Pemilu lapangan); dan
  3. c)    Melaksanakan tugas lain dari Bawaslu (untuk Pengawas Pemilu Luar Negeri).

Dalam melaksanakan tugas, Bawaslu, Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota berwenang :

(a)  Memberikan rekomendasi kepada KPU untuk menonaktifkan sementara dan/atau mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran;

(b)  Memberikan rekomendasi kepada yang berwenang atas temuan dan laporan terhadap tindakan yang mengandung unsur tindak pidana Pemilu.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Pengawas Pemilu berkewajiban sebagai berikut :  

No.

Kewajiban

Pengawas Pemilu

1.

Bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan tugas dan wewenangnya

Pengawas Pemilu disemua tingkatan

2.

Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan

Bawaslu

3.

Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada tingkatan dibawahnya

Panwaslu Provinsi

4.

Menerima dan menindak lanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai pemilu.

Pengawas Pemilu disemua tingkatan

5.

Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada presiden, DPR dan KPU sesuai dengan tahapan secara periodic dan/atau berdasarkan kebutuhan.

Bawaslu

6.

Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Bawaslu sesuai dengan tahapan Pemilu secara peridik dan/atau berdasarkan kebutuhan

Panwaslu Provinsi

7.

Menyampaikan temuan dan laporan kepada Bawaslu berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Provinsi yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat provinsi.

Panwaslu Provinsi

8.

Menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Provinsi berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kabupaten/kota yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat Kabupaten/Kota.

Panwaslu Kabupaten/Kota

9.

Menyampaikan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat Kecamatan.

Panwaslu Kecamatan

10.

Menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kabupaten/Kota berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPK yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat Kecamatan.

Panwaslu Kecamatan

11

Menyampaikan  laporan kepada Panwaslu Kecamatan  berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat Kecamatan.

Pengawas Pemilu Lapangan

12

Menyampaikan temuan dan laporan kepada Panwaslu Kecamatan berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PPS dan KPPS yang mengakibatkan terganggunya penyelenggaraan tahapan Pemilu di tingkat Desa/Kelurahan.

Pengawas Pemilu Lapangan

Sumber : Buku Pedoman Pengawasan Pemilu 2009-Bawaslu

Apabila dibandingkan dengan Pemilu tahun 2004, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang 12 tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003, Pengawas Pemilu mempunyai tiga fungsi (tugas dan wewenang) yaitu :pertama, mengawasi pelaksanaan setiap tahapan pemilu; kedua, menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi pemilu dan tindak pidana pemilu; dan ketiga, menyelesaikan sengketa dalam penyelenggaraan pemilu atau sengketa nonhasil pemilu. Sedangkan di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tugas yang terakhir (tugas ketiga) hanya ada pada Pengawas Pemilu tingkat kabupaten/kota, namun undang-undang pemilu yang baru tersebut menambah kekuatan Pengawas Pemilu yang meliputi beberapa aspek yaitu pertama, secara kelembagaan, Pengawas Pemilu tingkat nasional bersifat tetap dan kini memiliki jaringan sampai ke desa/kelurahan; kedua, secara fungsi, Pengawas Pemilu berwenang memberikan rekomendasi untuk memberhentikan anggota KPU dan KPU daerah yang dinilai melanggar peraturan perundang-undangan pemilu.

Dalam menjalankan tugas dan wewenang mengawasi setiap tahapan pemilu, apa yang dilakukan Pengawas Pemilu sebetulnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan pemantau pemilu atau pengamat pemilu, yakni sama-sama mengkritik, mengimbau dan memproses apabila terdapat hal yang menyimpang dari undang-undang. Namun terkait dengan penanganan kasus-kasus dugaan pelanggaran pemilu, maka disini terdapat perbedaan yang fundamental, karena Pengawas Pemilu menjadi satu-satunya lembaga yang berhak menerima laporan, dengan kata lain Pengawas Pemilu adalah merupakan satu-satunya pintu masuk untuk penyampaian laporan pelanggaran pemilu. Selain itu pula Pengawas Pemilu juga satu-satunya lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan kajian terhadap laporan atau temuan dugaan pelanggaran pemilu untuk memastikan apakah hal tersebut benar-benar mengandung pelanggaran. Bila terjadi pelanggaran administrasi maka Pengawas Pemilu merekomendasikan kepada KPU/KPUD untuk dikenakan sanksi administratif kepada pelanggar, sedangkan bila laporan tersebut mengandung unsur pelanggaran pidana maka Pengawas Pemilu meneruskannya kepada penyidik kepolisian. Oleh karena itu dalam pemilu 2004 dikatakan bahwa dalam menangani kasus-kasus pelanggaran pemilu, tugas Pengawas Pemilu tidak lebih dari sekedar “tukang pos” yang mengantar kasus ke KPU/KPUD atau ke kepolisian. Pengawas Pemilu pada pemilu 2004 tidak bisa berbuat apa-apa jika rekomendasi ke KPU/KPUD tidak ditindaklanjuti.

Posisi “tukang pos” sebagaimana dalam pemilu 2004 tersebut, kini ditingkatkan menjadi “tukang pukul” hal ini dimungkinkan karena Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 maupun Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 memberi “pentungan” kepada Pengawas Pemilu untuk “mementung” KPU/KPUD jika rekomendasi Pengawas Pemilu tidak ditindaklanjuti oleh KPU/KPUD. Artinya Pengawas Pemilu dapat memproses secara pidana bagi anggota KPU maupun KPUD yang tidak menindaklanjuti laporan atau rekomendasi Pengawas Pemilu. Ketentuan ini terjabarkan secara jelas dan tegas di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 pada BAB XXI Ketentuan Pidana, pada Bab ini setidaknya terdapat terdapat 5 (lima) pasal (pasal 263, pasal 264, pasal 267, pasal 268, pasal 275) yang mengancam hukuman pidana bagi KPU/KPUD yang tidak menindaklanjuti rekomendasi Pengawas Pemilu.   

Jika dalam hal menangani hasus-kasus pelanggaran administrasi, Pengawas Pemilu bertambah kekuatannya, tidak demikian halnya dalam hal penanganan kasus-kasus pidana. Kesuksesan Panwas Pemilu 2004 dalam menangani kasus-kasus pidana sebetulnya tidak lepas dari adanya unsur kepolisian dan kejaksaan dalam organ Pengawas Pemilu.

Keberadaan dua unsur tersebut memudahkan Pengawas Pemilu dalam koordinasi dan percepatan penanganan kasus-kasus pidana pemilu yang memiliki limit waktu yang ketat. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 telah mengeluarkan unsur kepolisian dan kejaksaan dari organ Pengawas Pemilu, sehingga hal ini dapat mempengaruhi percepatan penanganan kasus-kasus. Dengan memperhatikan kelemahan ini panitia pengawas disamping harus meningkatkan kapasitas dan kemampuannya juga harus benar-benar dapat bertindak secara professional.

            Selain itu faktor lain yang menjadi kendala dalam pelaksanaan fungsi  Pengawas Pemilu  adalah  kendala waktu. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 lebih ketat dalam mengatur penerusan kasus pidana yang diajukan oleh Pengawas Pemilu ke kepolisian.

Undang-Undang secara ketat memberikan waktu 3 (tiga) hari (lihat Pasal 247 ayat 6 UU Nomor 10 Tahun 2008) atau jika diperlukan keterangan tambahan dari pelapor mengenai tindak lanjut dilakukan paling lama 5 (lima) hari setelah laporan diterima (lihat Pasal 247 ayat 7 UU Nomor 10 Tahun 2008), dilain pihak undang-undang juga membatasi waktu laporan pelanggaran pemilu pada setiap tahapan penyelenggaraan pemilu disampaikan paling lama  3 (tiga) hari sejak  terjadinya pelanggaran pemilu (lihat Pasal 247 ayat 4 UU Nomor 10 Tahun 2008). pembatasan batas waktu tersebut memang baik untuk memberi kepastian hukum dalam penanganan tindak pidana pemilu tetapi dilain pihak Pengawas pemilu akan mengalami kesulitan jika saksi yang harus diklarifikasi bertempat tinggal jauh terutama di provinsi kepulauan, demikian juga  masyarakat akan mengalami kesulitan dalam membuat laporan pelanggaran pemilu kepada Pengawas Pemilu terutama yang tinggal pada wilayah-wilayah terpencil yang transportasinya sulit. Kendala tersebut coba diatasi oleh Bawaslu bersama dengan Jaksa Agung RI dan Kepala Kepolisian RI dengan membuat MoU tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu).

Secara umum dapat dikatakan keberadaan Sentra Gakkumdu cukup berhasil dalam melaksanakan penegakan hukum secara sinergis antara Bawaslu (Pengawas Pemilu), Kepolisian dan Kejaksaan. Sekalipun demikian haruslah diakui bahwa peran Sentra Gakkumdu belumlah optimal terutama berkaitan dengan kordinasi antara pihak-pihak dalam Sentra Gakkumdu maupun semangat kebersamaan untuk mengemban tugas menegakkan hukum dalam bingkai sistem peradilan pidana terpadu.

 Sumber: https://fhukum.unpatti.ac.id/htn-han/112-fungsi-dan-peran-panwaslu-dalam-sistem-pemilihan-umum-di-indonesia-kajian-dari-aspek-yuridis

 

Komentar atas POSKO PENGADUAN DAFTAR PEMILIH PEMILU 2019

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Komentar
Isikan kode Captcha di atas
 
Kebijakan Privasi

Website desa ini berbasis Aplikasi Sistem Informasi Desa (SID) Berdaya yang diprakarsai dan dikembangkan oleh Combine Resource Institution sejak 2009 dengan merujuk pada Lisensi SID Berdaya. Isi website ini berada di bawah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International (CC BY-NC-ND 4.0) License